1 Nov 2009 Tags: 1 komentar


DINAS PENDIDIKAN KOTA MEDAN
SEKOLAH MENENGAH KEJURUAN TELEKOMUNIKASI
(SMK TELKOM) SANDHY PUTRA
JLN.LETNAN JAMIN GINTING KM. 11.1 NO 9C TELP. (061) 8363134
FAX. (061) 8363133 MEDAN (COMPLEX PT. TELKOM TUNTUNGAN)
Website : www.smk-telkom-medan.com E-mail : smktel_mdn@telkom.net

RENCANA PELAKSANAAN PEMBELAJARAN
(RPP)

MATA PELAJARAN
PENDIDIKAN AGAMA ISLAM

KELAS XI (SBI)
TS dan TKJ
SEMESTER GASAL


RENCANA PELAKSANAAN PEMBELAJARAN (RPP)

Mata Pelajaran : PENDIDIKAN AGAMA ISLAM
Kelas / Semester : XI/ Gasal
Pertemuan : 1 (Pertama)
Alokasi Waktu : 4 X 40 menit (2 x pertemuan)

Standar Kompetensi : Memahami ayat-ayat Al-Qur’an tentang kompetisi dalam kebaikan.
Kompetensi Dasar :
- Membaca dan menjelaskan arti QS Al Baqarah: 148 dan QS Fatir: 32.
- Menampilkan perilaku berkompetisi dalam kebaikan seperti terkandung dalam QS Al Baqarah: 148 dan QS Fatir: 32
Indikator :
- Mampu membaca Q.S. Al Baqarah : 148 dan Fatir : 32 dengan baik dan benar
- Mampu mengidentifikasi tajwid Q.S. Al Baqarah : 148 dan Fatir : 32 dengan baik dan benar.
- Mampu membuat contoh kata sesuai hukum tajwid.
- Mampu mengartikanb setiap kata yang terdapat dalam Q.S Al Baqarah : 148 dan Fatir : 32 dengan baik dan benar.
- Mampu mengartikan ayat Q.S. Al Baqarah : 148 dan Fatir : 32.
- Mampu menterjemahkan Q.S. Al Baqarah : 148 dan Fatir : 32
- Mampu menyimpulkan intisari QS Al Baqarah: 148 dan Fatir: 32.
- Mampu mengidentifikasi perilaku berkompetisi dalam kebaikan sesuai dengan QS Al Baqarah: 148 dan Fatir: 32
- Mampu mempraktikkan perilaku berkompetisi dalam kebaikan seperti yang terkandung dalam QS Al Baqarah: 148 dan Fatir : 32.
- Mampu menunjukkan perilaku berkompetisi dalam kebaikan seperti yang terkandung dalam QS Al Baqarah: 148 dan Fatir : 32.


I. TUJUAN PEMBELAJARAN
• Siswa dapat membaca dengan baik dan benar QS.al-Baqarah 148, QS. Fathir 32.
• Siswa dapat mengidentifikasi tajwid pada QS.al-Baqarah 148, QS. Fathir 32 dengan baik dan benar.

II. MATERI AJAR
• QS. Al-Baqarah 148.
• QS. Fathir 32.

III. SUMBER BELAJAR
• AL-Qur’an dan terjemahannya Departemen Agama RI
• Buku paket Pendidikan Agama Islam
• Buku Tajwid
• Buku-buku Tafsir dan Hadist

IV. METODE PEMBELAJARAN
• Ceramah
• Tanya Jawab
• Diskusi
• Media Short Card


V. PENILAIAN
1. Jenis Tagihan : Tugas individu dan tugas kelompok
2. Bentuk Instrumen : Lembar Pengamatan.

Rubrik penilaian proses
No Nama Siswa Kesediaan
Mengerjakan Kesediaan
Bekerja Sama Keaktifan



VI. LANGKAH-LANGKAH PEMBELAJARAN

Pertemuan Pertama
1. Kegiatan awal (15 menit)
• Guru memberi contoh cara-cara melafalkan beberapa huruf al-Qur’an dan cara membacanya.
• Guru membagi siswa menjadi 10 kelompok
• Guru menjelaskan tugas yang harus dilakukan oleh kelompok.
2. Kegiatan Inti (60 menit)
• Guru meminta beberapa siswa membaca ayat-ayat tersebut beserta artinya.
• Guru membimbing siswa mengulang bacaan ayat dengan benar dan fasih
• Masing-masing kelompok berdiskusi untuk mengidentifikasi hukum-hukum bacaan yang terkandung dalam surat tersebut.
• Masing-masing kelompok mempresentasikan hukum bacaan tersebut.
3. Kegiatan akhir (5 menit)
• Mengumpulkan hasil diskusi kelompok.
• Guru meminta siswa membuat pertanyaan tentang materi pembahasan untuk didiskusikan minggu berikutnya.
• Salam penutup.

Pertemuan Kedua
1. Kegiatan awal (10 menit)
• Guru memberi prestest dan reward kepada salah seorang siswa yang mampu menghafal salah satu ayat.
2. Kegiatan Inti (65 menit)
• Guru menjelaskan kandungan ayat
• Guru membimbing siswa untuk mengeksplore pertanyaan mereka dahulu.
• Game short card
3. Kegiatan akhir (5 menit)
• Guru mengarahkan siswa untuk mempersiapkan materi minggu depan.
• Salam penutup.

RENCANA PELAKSANAAN PEMBELAJARAN (RPP)

Mata Pelajaran : PENDIDIKAN AGAMA ISLAM
Kelas / Semester : XI/ Gasal
Pertemuan : 3 (Tiga)
Alokasi Waktu : 6 X 40 menit (3 x pertemuan)
Standar Kompetensi : Memahami ayat-ayat tentang perintah menyantuni kaum dhu’afa.
Kompetensi Dasar :
 Membaca QS Al Isra: 26–27, QS Al-Baqarah: 177 dan menjelaskan arti QS Al-Isra: 26-27, QS Al Baqarah: 177.
 Menampilkan perilaku menyantuni kaum du’afa seperti terkandung dalam QS Al-Isra: 26-27 dan QS Al Baqarah: 177

Indikator :
- Mampu membaca QS. Al Isra : 26-27 dan QS.Al-Baqarah : 177 dengan baik dan benar
- Mampu mengidentifikasi tajwid QS. Al Isra : 26-27 dan QS.Al-Baqarah : 177 dengan baik dan benar.
- Mampu membuat contoh kata sesuai hukum tajwid.
- Mampu mengartikan setiap kata yang terdapat dalam QS. Al Isra : 26-27 dan QS.Al-Baqarah : 177 dengan baik dan benar.
- Mampu mengartikan ayat QS. Al Isra : 26-27 dan QS.Al-Baqarah : 177
- Mampu menterjemahkan QS. Al Isra : 26-27 dan QS.Al-Baqarah : 177
- Mampu menyimpulkan intisari QS. Al Isra : 26-27 dan QS.Al-Baqarah : 177.
- Mampu mengidentifikasi perilaku berkompetisi dalam kebaikan sesuai dengan QS. Al Isra : 26-27 dan QS.Al-Baqarah : 177.
- Mampu mempraktikkan perilaku berkompetisi dalam kebaikan seperti yang terkandung dalam QS. Al Isra : 26-27 dan QS.Al-Baqarah : 177.
- Mampu menunjukkan perilaku berkompetisi dalam kebaikan seperti yang terkandung dalam QS. Al Isra : 26-27 dan QS.Al-Baqarah : 177.


I. TUJUAN PEMBELAJARAN
• Siswa dapat membaca dengan baik dan benar QS. Al-Isra 26-27, QS. Al-Baqaroh 177.
• Siswa dapat mengidentifikasi tajwid pada QS. Al-Isra 26-27, QS. Al-Baqaroh 177 dengan baik dan benar.

II. MATERI AJAR
• QS. Al-Isra 26-27
• QS. Al-Baqaroh 177

III. SUMBER BELAJAR
• AL-Qur’an dan terjemahannya Departemen Agama RI
• Buku paket Pendidikan Agama Islam
• Buku Tajwid
• Buku-buku Tafsir dan Hadist

IV. METODE PEMBELAJARAN
• Case Study (studi kasus)
• Team Quiz
• Diskusi
• Tanya Jawab
• Penugasan

V. PENILAIAN
1. Jenis Tagihan : Tugas individu dan ujian tulis
2. Bentuk Instrumen : Lembar Pengamatan.

VI. LANGKAH-LANGKAH PEMBELAJARAN
Pertemuan Ketiga
1. Kegiatan awal (10 menit)
• Guru memberi opening question untuk mendorong respon belajar .
• Guru memberi deskripsi awal tentang materi pembelajaran.
2. Kegiatan Inti (65 menit)
• Guru membimbing siswa untuk membaca QS. Al-Isra 26-27, QS. Al-Baqaroh 177 dan terjemahannya.
• Beberapa siswa maju ke depan menjelaskan hukum tajwid yang ada semampunya.
• Guru memberi penjelasan lengkap tentang hukum bacaan (tajwid) tersebut.
• Guru memberi tugas kepada masing-masing siswa untuk mengidentifikasi kaum-kaum dhu’afa di sekitar rumah dan santunan apa yang telah diberikan kepada kaum dhu’afa
3. Kegiatan akhir (5 menit)
• Mengevaluasi untuk mengetahui apakah siswa sudah paham dengan baik terhadap QS. Al-Isra 26-27, QS. Al-Baqaroh 177, yaitu dengan memberi mereka soal-soal tajwid.
• Salam penutup.

Pertemuan Keempat
1. Kegiatan awal (10 menit)
• Guru memberi pretest kandungan ayat.
• Memberi reward kepada salah seorang murid yang mampu menghafalkan salah satu dari QS. Al-Isra 26-27, QS. Al-Baqaroh 177
2. Kegiatan Inti (60 menit)
• Guru memberi penjelasan lebih dalam mengenai materi yang dipelajari.
• Guru dan siswa mendiskusikan hasil identifikasi kaum dhu’afa.
3. Kegiatan akhir (10 menit)
• Memberi reward kepada salah seorang murid yang mampu menyimpulkan hasil belajarnya hari itu.
• Salam penutup.

Pertemuan Kelima
• Examination = Uji kompetensi 1

RENCANA PELAKSANAAN PEMBELAJARAN (RPP)

Mata Pelajaran : PENDIDIKAN AGAMA ISLAM
Kelas / Semester : XI/ Gasal
Pertemuan : 6 (Enam)
Alokasi Waktu : 4 X 40 menit (2 x pertemuan)
Standar Kompetensi : Meningkatkan keimanan kepada Rasul-Rasul Allah.
Kompetensi Dasar :
- Menjelaskan tanda-tanda beriman kepada Rasul-rasul Allah
- Menunjukkan contoh-contoh perilaku beriman kepada Rasul-rasul Allah
- Menampilkan perilaku yang mencerminkan keimanan kepada Rasul-rasul Allah dalam kehidupan sehari-hari
Indikator :
• Mampu menjelaskan tanda beriman kepada Rasul-rasul Allah.
• Mampu mengidentifikasi tanda-tanda beriman kepada rasul-rasul Allah.
• Mampu menjelaskan sikap beriman kepada Rasul-rasul Allah.
• Mampu menjelaskan contoh-contoh perilaku beriman kepada Rasul-rasul Allah.
• Mampu mengidentifikasi contoh-contoh beriman kepada Rasul-rasul Allah.
• Mampu mengidentifikasi sifat-sifat mulia para Rasul Allah.
• Mampu menunjukkan perilaku yang mencerminkan beriman kepada rasul-rasul Allah
• Mampu meneladani sifat mulia Rasul-rasul Allah.
• Mampu mengaplikasikan sifat-sifat para Rasul Allah dalam kehidupan sehari-hari.


I. TUJUAN PEMBELAJARAN
• Siswa dapat menjelaskan, menunjukkan, serta menampilkan perilaku beriman kepada Rasul Allah

II. MATERI AJAR
• Iman kepada Rasul Allah.

III. SUMBER BELAJAR
• AL-Qur’an dan terjemahannya Departemen Agama RI
• Buku paket Pendidikan Agama Islam
• Buku Mukjizat Al-Qur’an
• Buku-buku Siroh Nabawi

IV. METODE PEMBELAJARAN
• Refleksi
• Pemodalan
• Pidato (khitobah)
V. PENILAIAN
1. Jenis Tagihan : Tugas individu
2. Bentuk Instrumen : Lembar Pengamatan.
a). Penilaian hasil.

Rubrik penilaian hasil pidato

No Aspek Yang Diamati SKOR MAKS SKOR PEROLEHAN
1. Opening pidato 15
2. Isi pidato 30
3. Cara penyampaian (retorika) 30
4. Saran 25
100

VI. LANGKAH-LANGKAH PEMBELAJARAN

Pertemuan Keenam

1. Kegiatan awal (5 menit)
• Membaca surat-surat pendek dalam Juz’amma.
2. Kegiatan Inti (70 menit)
• Secara bergantian siswa berpidato menyampaikan materi iman kepada Rasul Allah di depan kelas.
• Guru memberi penjelasan lebih dalam mengenai materi yang dipelajari (PP).
3. Kegiatan akhir (5 menit)
• Salam penutup.

Pertemuan Ketujuh

1. Kegiatan awal (5 menit)
• Membaca surat-surat pendek dalam Juz’amma.
2. Kegiatan Inti (70 menit)
• Siswa berikutnya berpidato menyampaikan materi iman kepada Rasul Allah di depan kelas.
• Guru memberi penjelasan lebih dalam mengenai materi yang dipelajari (PP).
3. Kegiatan akhir (5 menit)
• Guru memberi qiuz
• Salam penutup.













RENCANA PELAKSANAAN PEMBELAJARAN (RPP)

Mata Pelajaran : PENDIDIKAN AGAMA ISLAM
Kelas / Semester : XI/ Gasal
Pertemuan : 8 (Delapan)
Alokasi Waktu : 6 X 40 menit (3 x pertemuan)
Standar Kompetensi : Membiasakan berperilaku terpuji
Kompetensi Dasar :
- Menjelaskan pengertian taubat dan raja`.
- Menampilkan contoh-contoh perilaku taubat dan raja`.
- Membiasakan perilaku bertaubat dan raja` dalam kehidupan sehari hari
Indikator :
- Mampu menjelaskan pengertian taubat
- Mampu menjelaskan syarat-syarat bertaubat.
- Mampu menjelaskan pengertian raja’
- Mampu menjelaskan kenapa kita harus berharap kepada Allah.
- Mampu menunjukkan contoh-contoh perilaku taubat
- Mampu menunjukkan contoh-contoh perilaku raja’
- Terbiasa berperilaku bertaubat dalam kehidupan sehari-hari.
- Terbiasa berperilaku raja’ dalam kehidupan sehari-hari


I. TUJUAN PEMBELAJARAN
• Siswa dapat memahami, menjelaskan, dan menampilkan perilaku terpuji, yakni taubat dan raja’.
• Siswa mampu menjelasakan syarat-syarat taubat dan raja’.

II. MATERI AJAR
• Taubat dan Raja’

III. SUMBER BELAJAR
• AL-Qur’an dan terjemahannya Departemen Agama RI
• Buku paket Pendidikan Agama Islam
• Buku Akhlaqul Mahmudah
• Buku-buku Akhlak Seorang Muslim

IV. METODE PEMBELAJARAN
• Case Study (studi kasus)
• Personality Games
• Ceramah
• Tanya Jawab
• Penugasan

V. PENILAIAN

1. Jenis Tagihan : Tugas individu
2. Bentuk Instrumen : Lembar Pengamatan.
a). Penilaian proses mengamati kegiatan siswa selama pembelajaran berlangsung.

Rubrik penilaian proses
No Nama Siswa Pencapaian
kognitif Pencapaian
afektif Pencapaian
psikomotorik

b). Penilaian hasil.

Rubrik penilaian hasil browsing hadits
No Aspek Yang Diamati SKOR MAKS SKOR PEROLEHAN
1. Isi hadits 25
2. Kelengkapan sanad dan rawi 15
3. Penyajian isi kandungan hadits 30
4. Kemampuan menghafal 30
100


VI. LANGKAH-LANGKAH PEMBELAJARAN

Pertemuan Kedelapan

1. Kegiatan awal (5 menit)
• Guru memberi tauladan kisah orang-orang yang bertaubat
2. Kegiatan Inti (70 menit)
• Guru menyampaikan materi dalam bentuk power point
• Diskusi dan tanggapan
• Guru memberi penjelasan tugas minggu depan.
3. Kegiatan akhir (5 menit)
• Salam penutup.

Pertemuan Kesembilan

1. Kegiatan awal (10 menit)
• Guru memberi pretest sebagai stimuasi awal.
2. Kegiatan Inti (65 menit)
• Guru menerangkan esensi taubat dan raja.
• Guru memberikan contoh-contoh (studi kasus) yang berkaitan dengan materi.
• Siswa diminta menanggapi studi kasus tersebut dalam bentuk respon dan diskusi .
• Guru memberikan deskripsi kesimpulan dari pembahasan.
3. Kegiatan akhir (5 menit)
• Guru mengajak siswa untuk sama-sama mengevaluasi diri masing-masing.
• Salam penutup.

Pertemuan Kesepuluh

• Uji kompetensi 2.




RENCANA PELAKSANAAN PEMBELAJARAN (RPP)

Mata Pelajaran : PENDIDIKAN AGAMA ISLAM
Kelas / Semester : XI/ Gasal
Pertemuan : 11 (Sebelas)
Alokasi Waktu : 6 X 40 menit (3 x pertemuan)
Standar Kompetensi : Memahami hukum Islam tentang Mua’malah.
Kompetensi Dasar : Menjelaskan asas-asas dan contoh transaksi ekonomi dalam Islam, serta menerapkannya dalam kehidupan sehari-hari.
Indikator :
 Mampu menjelaskan ketentuan hukum jual beli
 Mampu mengemukakan dalil tentang jual beli
 Menjelaskan macam-macam jual beli
 Mampu memberikan contoh –contoh transaksi ekonomi dalam Islam
 Mempraktikan tentang transaksi ekonomi dalam Islam
 Mampu menerapkan transaksi ekonomi Islam dalam jual beli
 Mampu menerapkan transaksi ekonomi Islam dalam simpan pinjam
 Mampu menerapkan transaksi ekonomi Islam dalam sewa menyewa

I. TUJUAN PEMBELAJARAN
• Siswa dapat menjelaskan asas-asas dan contoh transaksi ekonomi dalam Islam, serta menerapkannya dalam kehidupan sehari-hari

II. MATERI AJAR
• Jual beli dan transaksi ekonomi Islam

III. SUMBER BELAJAR
• AL-Qur’an dan terjemahannya Departemen Agama RI
• Buku paket Pendidikan Agama Islam
• Buku Fiqih Islam dan Buku-buku ekonomi Islam

IV. METODE PEMBELAJARAN
• Outline
• Presentasi dan diskusi
• Analisis
• Sosiodrama

V. PENILAIAN
1. Jenis Tagihan : Tugas individu dan tugas kelompok
2. Bentuk Instrumen : Lembar Pengamatan.

a). Penilaian proses mengamati kegiatan siswa selama pembelajaran berlangsung.

Rubrik penilaian proses
No Nama Siswa Kesediaan
Mengerjakan Kesediaan
Bekerja Sama Keaktifan



b). Penilaian hasil.

Rubrik penilaian hasil presentasi
No Aspek Yang Diamati SKOR MAKS SKOR PEROLEHAN
1. Kesiapan mempresentasikan 25
2. Isi rangkuman 30
3. Cara penyampaian 20
4. Argumentasi 25
100

VI. LANGKAH-LANGKAH PEMBELAJARAN

Pertemuan Kesebelas

1. Kegiatan awal (10 menit)
• Guru memberi Outline untuk dipelajari dan dipahami masing-masing kelompok.
• Siswa berkumpul sesuai kelompoknya.

2. Kegiatan Inti (65 menit)
• Guru membimbing siswa untuk mempresentasikan materi jual beli dan transaksi dalam Islam.
• Guru meminta kelompok tersebut untuk memainkan drama terkait materi yang dipresentasikan.
• Kelompok lain menanggapi dan memberikan komentar dalam bentuk pertanyaan atau studi kasus.
• Guru meminta masing-masing siswa untuk menganalisis setiap studi kasus yang muncul dari diskusi tersebut.
3. Kegiatan akhir (5 menit)
• Mengumpulkan hasil analisis indvidu.
• Salam penutup.

Pertemuan Keduabelas

1. Kegiatan awal (5 menit)
• Guru memberi quiz dari materi sebelumnya.
2. Kegiatan Inti (70menit)
• sda
3. Kegiatan akhir (5 menit)
• Mengumpulkan hasil analisis indvidu dan hasil presentasi kelompok.
• Salam penutup.

Pertemuan Ketigabelas
1. Kegiatan awal (10 menit)
• Guru memberi panduan belajar untuk problem solving
2. Kegiatan Inti (30 menit)
• Guru memberi penjelasan dan menyimpulkan permasalahan-permasalahan dalam materi sebelumnya
3. Kegiatan akhir (40 menit)
• Guru memberi quiz dalam bentuk soal cerdas tangkas
• Salam penutup.

RENCANA PELAKSANAAN PEMBELAJARAN (RPP)

Mata Pelajaran : PENDIDIKAN AGAMA ISLAM
Kelas / Semester : XI/ Gasal
Pertemuan : 14 (Empatbelas)
Alokasi Waktu : 6 X 40 menit (3 x pertemuan)
Standar Kompetensi : Memahami perkembangan Islam pada abad pertengahan (1250-1800)
Kompetensi Dasar : Menjelaskan perkembangan Islam pada abad pertengahan dan Menyebutkan contoh-peristiwa perkembangan Islam pada abad pertengahan
Indikator :
 Mampu menjelaskan perkembangan Islam di bidang ilmu pengetahuan dan peradaban pada abad pertengahan
 Mampu menjelaskan manfaat dari sejarah perkembangan Islam pada abad pertengahan
 Mampu menyebutkan beberapa contoh peristiwa perkembangan Islam pada abad pertengahan
 Mampu menjelaskan manfaat dari contoh peristiwa perkembangan Islam pada abad pertengahan


I. TUJUAN PEMBELAJARAN
• Siswa dapat menjelaskan perkembangan Islam pada abad pertengahan dan Menyebutkan contoh-peristiwa perkembangan Islam pada abad pertengahan.

II. MATERI AJAR
• Sejarah Perkembangan Islam (SPI)

III. SUMBER BELAJAR
• AL-Qur’an dan terjemahannya Departemen Agama RI
• Buku paket Pendidikan Agama Islam
• Buku Sejarah Islam
• Buku-buku Kebudayaan Islam.

IV. METODE PEMBELAJARAN
• Ceramah
• Diskusi
• Tanya Jawab
• Quiz

V. PENILAIAN
1. Jenis Tagihan : Tugas individu dan Outline.
2. Bentuk Instrumen : Lembar Pengamatan.

a). Penilaian proses mengamati kegiatan siswa selama pembelajaran berlangsung.

Rubrik penilaian proses
No Nama Siswa Kesediaan
Mengerjakan Kesediaan
Bekerja Sama Keaktifan


b). Penilaian hasil.

Rubrik penilaian hasil
No Aspek Yang Diamati SKOR MAKS SKOR PEROLEHAN
1. Isi artikel 40
2. Sistematika penyusunan 20
3. Argumentasi dan analisis 40
100

VI. LANGKAH-LANGKAH PEMBELAJARAN

Pertemuan Keempat belas

1. Kegiatan awal (10 menit)
• Guru meminta sebelumnya kepada siswa untuk mencari artikel-artikel yang berkaitan dengan materi pelajaran.
• Guru menjelaskan tugas yang harus dilakukan dengan artikel tersebut.
2. Kegiatan Inti (65menit)
• Guru memberi penjelasan lebih dalam mengenai materi yang dipelajari (perkembangan Islam pada abad pertengahan dan manfaatnya).
3. Kegiatan akhir (5 menit)
• Mengumpulkan hasil penemuan individu.
• Salam penutup.

Pertemuan Kelima belas

1. Kegiatan awal (10 menit)
• Guru meminta sebelumnya kepada siswa untuk mencari artikel-artikel yang berkaitan dengan materi pelajaran.
• Guru menjelaskan tugas yang harus dilakukan dengan artikel tersebut.
2. Kegiatan Inti (65menit)
• Guru memberi penjelasan lebih dalam mengenai materi yang dipelajari (contoh-contoh perkembangan Islam pada abad pertengahan dan manfaatnya).
3. Kegiatan akhir (5 menit)
• Mengumpulkan hasil penemuan individu.
• Salam penutup.


Pertemuan Keenam belas
Uji kompetensi 3

RPP AGAMA ISLAM

RENCANA PELAKSANAAN PEMBELAJARAN (RPP)


Nama Sekolah : SMK TELKOM SANDHY PUTRA MEDAN
Mata Pelajaran : PENDIDIKAN AGAMA ISLAM
Kelas / Semester : XI/ Gasal
Pertemuan : 11 (Sebelas)
Alokasi Waktu : 6 X 40 menit (3 x pertemuan)
Standar Kompetensi : Memahami hukum Islam tentang Mu’amalah.
Kompetensi Dasar : Menjelaskan asas-asas dan contoh transaksi ekonomi Islam, serta Bank Syari’ah
Indikator :
 Mampu menjelaskan tentang transaksi ekonomi dalam Islam
 Mampu memberikan contoh –contoh transaksi ekonomi dalam Islam
 Mampu menjelasakan tentang Bank Syari’ah dan Bank Konvensional


I. TUJUAN PEMBELAJARAN
• Siswa dapat menjelaskan asas-asas dan contoh transaksi ekonomi dalam Islam, serta penerapan Bank Syari’ah dan Bank Konvensional

II. MATERI AJAR
• Transaksi ekonomi Islam dan Bank Syari’ah

III. SUMBER BELAJAR
• AL-Qur’an dan terjemahannya Departemen Agama RI
• Buku paket Pendidikan Agama Islam
• Buku Fiqih Islam dan Buku-buku ekonomi Islam

IV. METODE PEMBELAJARAN
• Outline
• Presentasi dan diskusi
• Analisis

V. PENILAIAN
1. Jenis Tagihan : Tugas individu dan tugas kelompok
2. Bentuk Instrumen : Lembar Pengamatan.

a). Penilaian proses mengamati kegiatan siswa selama pembelajaran berlangsung.

Rubrik penilaian proses

No Nama Siswa Kesediaan
Mengerjakan Kesediaan
Bekerja Sama Keaktifan



b). Penilaian hasil.

Rubrik penilaian hasil presentasi
No Aspek Yang Diamati SKOR MAKS SKOR PEROLEHAN
1. Kesiapan mempresentasikan 25
2. Isi rangkuman 30
3. Cara penyampaian 20
4. Argumentasi 25
100

VI. LANGKAH-LANGKAH PEMBELAJARAN

Pertemuan Kesebelas

1. Pendahuluan (10 menit)
• Guru memberi Outline untuk dipelajari dan dipahami masing-masing kelompok.
• Siswa berkumpul sesuai kelompoknya.

2. Penyajian Materi (65 menit)
• Guru membimbing siswa untuk mempresentasikan materi ekonomi Islam.
• Kelompok lain menanggapi dan memberikan komentar dalam bentuk pertanyaan atau studi kasus.
• Guru meminta masing-masing siswa untuk menganalisis setiap studi kasus yang muncul dari diskusi tersebut.
3. Penutup (5 menit)
• Mengumpulkan hasil analisis indvidu.
• Salam penutup.

Pertemuan Keduabelas

1. Pendahuluan (5 menit)
• Guru memberi quiz dari materi sebelumnya.
2. Penyajian Materi (70menit)
• Guru meminta siswa untuk mendownload materi ekonomi Islam dan Bank Syari’ah dan mendiskusikannya.
3. Penutup (5 menit)
• Mengumpulkan hasil analisis indvidu dan hasil presentasi kelompok.
• Salam penutup.

Pertemuan Ketigabelas
1. Pendahuluan (10 menit)
• Guru memberi panduan belajar untuk problem solving
2. Penyajian Materi (30 menit)
• Guru memberi penjelasan tentang Bank Syari’ah dan Bank Konvensional
• Siswa diminta menyimpulkan permasalahan-permasalahan dalam materi tersebut dan mendiskusikannya
3. Penutup (40 menit)
• Guru memberi quiz dalam bentuk soal cerdas tangkas
• Salam penutup.

EKONOMI ISLAM



EKONOMI ISLAM

Krisis moneter melanda di mana-mana, tak terkecuali di negeri kita tercinta ini. Para ekonom dunia sibuk mencari sebab-sebabnya dan berusaha sekuat tenaga untuk memulihkan perekonomian di negaranya masing-masing. Krisis ekonomi telah menimbulkan banyak kerugian, meningkatnya pengangguran, meningkatnya tindak kejahatan dan sebagainya.
Sistem ekonomi kapitalis dengan sistem bunganya diduga sebagai penyebab terjadinya krisis. Sistem ekonomi Islam mulai dilirik sebagai suatu pilihan alternatif, dan diharapkan mampu menjawab tantangan dunia di masa yang akan datang.
Al-Qur'an telah memberikan beberapa contoh tegas mengenai masalah-masalah ekonomi yang menekankan bahwa ekonomi adalah salah satu bidang perhatian Islam.

"(Ingatlah) ketika Syu'aib berkata kepada mereka (penduduk Aikah): 'Mengapa kamu tidak bertaqwa?' Sesungguhnya aku adalah seorang rasul yang telah mendapatkan kepercayaan untukmu. Karena itu bertaqwalah kepada Allah dan ta'atilah aku. Aku sama sekali tidak menuntut upah darimu untuk ajakan ini, upahku tidak lain hanyalah dari Tuhan Penguasa seluruh alam. Tepatilah ketika kamu menakar dan jangan sampai kamu menjadi orang-orang yang merugi. Timbanglah dengan timbangan yang tepat. Jangan kamu rugikan hak-hak orang (lain) dan janganlah berbuat jahat dan menimbulkan kerusakan di muka bumi." (Qs.26:177-183)
• Sistem Ekonomi Kapitalis
Prinsip ekonomi kapitalis adalah:
a) Kebebasan memiliki harta secara persendirian.
b) Kebebasan ekonomi dan persaingan bebas.
c) Ketidaksamaan ekonomi.
• Sistem Ekonomi Komunis
Prinsip ekonomi komunis adalah:
a) Hak milik atas alat-alat produksi oleh negara.
b) Proses ekonomi berjalan atas dasar rencana yang telah dibuat.
c) Perencanaan ekonomi sebagai rencana / dalam proses ekonomi yang harus dilalui.

• Sistem Ekonomi Sosialis
Prinsip ekonomi sosialis adalah:
a) Hak milik atas alat-alat produksi oleh koperasi-koperasi serikat pekerja, badan hukum dan masyarakat yang lain. Pemerintah menguasai alat-alat produk yang vital.
b) Proses ekonomi berjalan atas dasar mekanisme pasar.
c) Perencanaan ekonomi sebagai pengaruh dan pendorong dengan usaha menyesuaikan kebutuhan individual dengan kebutuhan masyarakat
• Indonesia memiliki sistem ekonomi sendiri, yaitu sistem demokrasi ekonomi, yang prinsip-prinsip dasarnya tercantum dalam UUD'45 pasal 33.

Prinsip ekonomi Islam adalah:
- Kebebasan individu.
- Hak terhadap harta.
- Ketidaksamaan ekonomi dalam batasan.
- Kesamaan sosial.
- Keselamatan sosial.
- Larangan menumpuk kekayaan.
- Larangan terhadap institusi anti-sosial.
- Kebajikan individu dalam masyarakat.

Nilai dasar sistem ekonomi Islam:
1) Hakikat pemilikan adalah kemanfaatan, bukan penguasaan.
2) Keseimbangan ragam aspek dalam diri manusia.
3) Keadilan antar sesama manusia.

Nilai normatif sistem ekonomi Islam:
1) Landasan aqidah.
2) Landasan akhlaq.
3) Landasan syari'ah.
4) Al-Qur'anul Karim.
5) Ijtihad (Ra'yu), meliputi qiyas, masalah mursalah, istihsan, istishab, dan urf.

Dasar-dasar Ekonomi Islam:
(1) Bertujuan untuk mencapai masyarakat yang sejahtera baik di dunia dan di akhirat, Tercapainya pemuasan optimal berbagai kebutuhan baik jasmani maupun rohani secara seimbang, baik perorangan maupun masyarakat. Dan untuk itu alat pemuas dicapai secara optimal dengan pengorbanan tanpa pemborosan dan kelestarian alam tetap terjaga.
(2) Hak milik relatif perorangan diakui sebagai usaha dan kerja secara halal dan dipergunakan untuk hal-hal yang halal pula.
(3) Dilarang menimbun harta benda dan menjadikannya terlentar.
(4) Dalam harta benda itu terdapat hak untuk orang miskin yang selalu meminta, oleh karena itu harus dinafkahkan sehingga dicapai pembagian rizki.
(5) Pada batas tertentu, hak milik relatif tersebut dikenakan zakat.
(6) Perniagaan diperkenankan, akan tetapi riba dilarang.
(7) Tiada perbedaan suku dan keturunan dalam bekerja sama dan yang menjadi ukuran perbedaan adalah prestasi kerja.

Nilai filosofis sistem ekonomi Islam:
(1) Sistem ekonomi Islam bersifat terikat yakni nilai.
(2) Sistem ekonomi Islam bersifat dinamik, dalam arti penelitian dan pengembangannya berlangsung terus-menerus

Nilai instrumental sistem ekonomi Islam:
1) Kewajiban zakat.
2) Larangan riba.
3) Kerjasama ekonomi.
4) Jaminan sosial.
5) Peranan negara

30 Okt 2009 Tags: 3 komentar

Bank Syariah VS Bank Konvensional





Bank Syariah VS Bank Konvensional
Untuk sebagian orang, produk perbankan tetap menjadi pilihan utama dalam berinvestasi. Dan konon, sistem bagi hasil pada bank syariah lebih tangguh daripada sistem bunga pada bank konvensional.
Perbedaan utama yang paling mencolok yakni pembagian keuntungan. Bank konvensional sepenuhnya menerapkan sistem bunga atau riba. Hal ini karena kontrak yang dilakukan bank sebagai mediator penabung dengan peminjam dilakukan dengan penetapan bunga. Karena nasabah telah mempercayakan dananya, maka bank harus menjamin pengembalian pokok beserta bunganya. Selanjutnya keuntungan bank adalah selisih bunga antara bunga tabungan dengan bunga pinjaman. Jadi para penabung mendapatkan keuntungan dari bunga tanpa keterlibatan langsung dalam usaha. Demikia juga pihak bank tak ikut merasakan untung rugi usaha tersebut.
Hal yang sama tak berlaku di bank syariah. Dana masyarakat yang disimpan di bank disalurkan kepada para peminjam untuk mendapatkan keuntungan Hasil keuntungan akan dibagi antara pihak penabung dan pihak bank sesuai perjanjian yang disepakati. Namun bagi hasil yang dimaksud adalah bukan membagi keuntungan atau kerugian atas pemanfaatan dana tersebut. Keuntungan dan kerugian dana nasabah yang dioperasikan sepenuhnya menjadi hak dan tanggungjawab dari bank. Penabung tak memperoleh imbalan dan tak bertanggung jawab jika terjadi kerugian. Bukan berarti penabung gigit jari tapi mereka mendapat bonus sesuai kesepakatan.
Dari perbandingan itu terlihat bahwa dengan sistem riba pada bank konvensional penabung akan menerima bunga sebesar ketentuan bank. Namun pembagian bunga tak terkait dengan pendapatan bank itu sendiri. Sehingga berapapun pendapatan bank, nasabah hanya mendapatkan keuntungan sebesar bunga yang dijanjikan saja.
Sekilas perbedaan itu memperlihatkan di bank syariah nasabah mendapatkan keuntungan bagi hasil yang jumlahnya tergantung pendapatan bank. Jika pendapatan bank syariah naik maka makin besar pula jumlah bagi hasil yang didapat nasabah. Ketentuan ini juga berlaku jika bank mendapatkan keuntungan sedikit.
Sedangkan dalam hal meminjam pada bank syariah perhitungan juga tidak memakai sistem bunga. Perhitungan berdasarkan jenis pemakaian pinjamannya. Misalnya jika pinjaman akan digunakan untuk investasi dalam bentuk mesin produksi maka bank mendapat keuntungan atas selisih jual beli mesin.

Bagi Hasil (Profit Sharing) Atau Mudharabah Sebagai Karakteristik Dasar Bank Syariah
Profit sharing ini dapat diartikan sebagai sebuah bentuk kerjasama antara pihak investor atau penabung, istilahnya shahibul maal dengan pihak pengelola atau mudharib, dan nantinya akan ada pembagian hasil sesuai dengan persentase jatah bagi hasil (nisbah) sesuai dengan kesepakatan ke dua belah pihak.
Misalkan investor, dalam hal ini adalah nasabah bank itu menaruh uangnya sebagai bentuk investasi untuk dikelola oleh mudharib yakni pihak bank dengan nilai nisbah, misalnya 60 persen bagi pengelola dan 40 persen bagi investor.
Mudharabah ini dapat dibedakan menjadi dua jenis, yaitu mudharabah muthlaqah, yaitu bagi hasil yang bersifat tidak terbatas (unrestricted), dan mudharabah muqayyadah, yaitu bagi hasil yang bersifat terbatas (restricted).
Untuk mudharabah muthlaqah, pihak pengelola yaitu pihak bank memiliki otoritas penuh untuk menginvestasikan atau memutar uangnya. Sedangkan untuk mudharabah muqayyadah, pemilik dana memberi batasan kepada pihak pengelola. Misalnya, adalah jenis invetasi, tempat investasi, serta pihak-pihak yang diperbolehkan terlibat dalam investasi.
Namun pada perkembangannya transaksi yang ada pada bank syariah itu tidak hanya pada wadi’ah dan mudharabah saja, tetapi meluas pada transaksi musyarakah, murabahah, bai as-salam, bai al-istishna, ijarah, dan lai-lain.
Terdapat kesamaan dan perbedaan Mudhorobah dan Musyarakah (syirkah). Keduanya sama2 bergerak di bidang sarikat dagang/ permodalan dan ketentuan bagi hasil. Perbedaannya hanya dalam musyarakah semua pihak berhak untuk turut serta dalam mengambil keputusan manajerial. Sedangkan dalam mudhorobah pemilik modal tidak diberi peran dalam manajemen perusahaan. Pemilik modal hanya memperoleh bagian tertentu dari keuntungan/kerugian perusahaan yang telah mereka biaya sesuai kesepakatan.



BEBERAPA ISTILAH DALAM KERJA SAMA EKONOMI

Mudharabah
Adalah kerjasama antara dua pihak dimana shahibul maal menyediakan modal sedangkan mudharib menjadi pengelola dana dimana keuntungan dan kerugian dibagi menurut kesepakatan dimuka.


Ar-Rahnu
Adalah menjadikan barang yang mempunyai nilai harta (nilai ekonomis) sebagai jaminan hutang, hingga pemilik barang yang bersangkutan boleh mengambil hutang. Ar-Rahn berarti juga pledge atau pawn (gadai), yaitu kontrak atau akad penjaminan dan mengikat saat hak penguasaan atas barang jaminan berpindah tangan. Dalam kontrak tersebut, tidak terjadi pemindahan kepemilikan atas barang jaminan. Atau dengan kata lain, merupakan akad penyerahan barang dari nasabah kepada bank sebagai jaminan sebagian atau seluruhnya atas hutang yang dimiliki nasabah. Dengan demikian, pemindahan kepemilikan atas barang hanya terjadi dalam kondisi tertentu sebagai efek atau akibat dari kontrak.

Hawalah
Adalah akad pemindahan nasabah kepada bank untuk membantu nasabah mendapatkan modal tunai agar dapat melanjutkan produksinya dan bank mendapat imbalan atas jasa pemindahan piutang tersebut.

Ijarah
Perjanjian sewa yang memberikan kepada penyewa untuk memanfaatkan barang yang akan disewa dengan imbalan uang sewa sesuai dengan persetujuan dan setelah masa sewa berakhir maka barang dikembalikan kepada pemilik, namun penyewa dapat juga memiliki barang yang disewa dengan pilihan pemindahan kepemilikan atas barang yang disewa dari pihak bank oleh pihak lain (ijarah wa iqtina).

Istishna
Adalah pembiayaan jual beli yang dilakukan antara bank dan nasabah dimana penjual (pihak bank) membuat barang yang dipesan oleh nasabah. Bank untuk memenuhi pesanan nasabah dapat mensubkan pekerjaannya kepada pihak lain.

Kafalah
Adalah akad pemberian garansi/jaminan oleh pihak bank kepada nasabah untuk menjamin pelaksanaan proyek dan pemenuhan kewajiban tertentu oleh pihak yang dijamin.

Murabahah
Adalah suatu perjanjian yang disepakati antara Bank Syariah dengan nasabah, dimana Bank menyediakan pembiayaan untuk pembelian bahan baku atau modal kerja lainnya yang dibutuhkan nasabah, yang akan dibayar kembali oleh nasabah sebesar harga jual bank (harga beli bank + margin keuntungan) pada waktu yang ditetapkan.


Musyarakah
Adalah perjanjian pembiayaan antara Bank Syariah dengan nasabah yang membutuhkan pembiayaan, dimana Bank dan nasabah secara bersama membiayai suatu usaha atau proyek yang juga dikelola secara bersama atas prinsip bagi hasil sesuai dengan penyertaan dimana keuntungan dan kerugian dibagi sesuai kesepakatan dimuka.


Wadiah Yad adh-Dhamanah
Adalah wadiah dimana si penerima titipan dapat memanfaatkan barang titipan tersebut dengan seizin pemiliknya dan menjamin untuk mengembalikan titipan tersebut secara utuh setiap saat, saat si pemilik menghendakinya.

Wadiah Yad al-Amanah
Adalah wadiah dimana si penerima titipan tidak bertanggungjawab atas kehilangan dan kerusakan yang terjadi pada barang titipan selama hal ini bukan akibat dari kelalaian atau kecerobohan penerima titipan dalam memelihara titipan tersebut.

Wakalah
Adalah akad perwakilan antara kedua belah pihak (bank dan nasabah) dimana nasabah memberikan kuasa kepada bank untuk mewakili dirinya melakukan pekerjaan atau jasa tertentu.
Hukum Asuransi Menurut Pandangan Islam

Definisi asuransi adalah sebuah akad yang mengharuskan perusahaan asuransi (muammin) untuk memberikan kepada nasabah/klien-nya (muamman) sejumlah harta sebagai konsekuensi dari pada akad itu, baik itu berbentuk imbalan, Gaji atau ganti rugi barang dalam bentuk apapun ketika terjadibencana maupun kecelakaan atau terbuktinya sebuah bahaya sebagaimana tertera dalam akad (transaksi), sebagai imbalan uang (premi) yang dibayarkan secara rutin dan berkala atau secara kontan dari klien/nasabah tersebut (muamman) kepada perusahaan asuransi (muammin) di saat hidupnya.

Berdasarkan definisi di atas dapat dikatakan bahwa asuransi merupakan salah satu cara pembayaran ganti rugi kepada pihak yang mengalami musibah, yang dananya diambil dari iuran premi seluruh peserta asuransi.

Beberapa istilah asuransi yang digunakan antara lain:
a) Tertanggung, yaitu anda atau badan hukum yang memiliki atau berkepentingan atas harta benda
b) Penanggung, dalam hal ini Perusahaan Asuransi, merupakan pihak yang menerima premi asuransi dari Tertanggung dan menanggung risiko atas kerugian/musibah yang menimpa harta benda yang diasuransikan


ASURANSI KONVENSIONAL

A. Ciri-ciri Asuransi konvensional Ada beberapa ciri yang dimiliki asuransi konvensional, diantaranya adalah:
Akad asuransi konvensional adalah akad mulzim (perjanjian yang wajib dilaksanakan) bagi kedua balah pihak, pihak penanggung dan pihak tertanggung. Kedua kewajiban ini adalah keawajiban tertanggung menbayar primi-premi asuransi dan kewajiban penanggung membayar uang asuransi jika terjadi perietiwa yang diasuransikan.
Akad asuransi ini adalah akad mu’awadhah, yaitu akad yang didalamnya kedua orang yang berakad dapat mengambil pengganti dari apa yang telah diberikannya.
Akad asuransi ini adalah akad gharar karena masing-masing dari kedua belah pihak penanggung dan tertanggung pada eaktu melangsungkan akad tidak mengetahui jumlah yang ia berikan dan jumlah yang dia ambil.
Akad asuransi ini adalah akad idz’an (penundukan) pihak yang kuat adalah perusahan asuransi karena dialah yang menentukan syarat-syarat yang tidak dimiliki tertanggung.

B. Asuransi dalam Sudut Pandang Hukum Islam

Mengingat masalah asuransi ini sudah memasyarakat di Indonesia dan diperkirakan ummat Islam banyak terlibat di dalamnya, maka permasalahan tersebut perlu juga ditinjau dari sudut pandang agama Islam.
Di kalangan ummat Islam ada anggapan bahwa asuransi itu tidak Islami. Orang yang melakukan asuransi sama halnya dengan orang yang mengingkari rahmat Allah. Allah-lah yang menentukan segala-segalanya dan memberikan rezeki kepada makhluk-Nya, sebagaimana firman Allah SWT, yang artinya:
 “Dan tidak ada suatu binatang melata pun dibumi mealinkan Allah-lah yang memberi rezekinya.” (Q. S. Hud: 6)
 “……dan siapa (pula) yang memberikan rezeki kepadamu dari langit dan bumi? Apakah di samping Allah ada Tuhan (yang lain)?……” (Q. S. An-Naml: 64)
 “Dan kami telah menjadikan untukmu dibumi keperluan-keprluan hidup, dan (kami menciptakan pula) makhluk-makhluk yang kamu sekali-kali bukan pemberi rezeki kepadanya.” (Q. S. Al-Hijr: 20)

Dari ketiga ayat tersebut dapat dipahami bahwa Allah sebenarnya telah menyiapkan segala-galanya untuk keperluan semua makhluk-Nya, termasuk manusia sebagai khalifah di muka bumi. Allah telah menyiapkan bahan mentah, bukan bahan matang. Manusia masih perlu mengolahnya, mencarinya dan mengikhtiarkannya.
Melibatkan diri ke dalam asuransi ini, adalah merupakan salah satu ikhtiar untuk mengahadapi masa depan dan masa tua. Namun karena masalah asuransi ini tidak dijelaskan secara tegas dalam nash, maka masalahnya dipandang sebagai masalah ijtihadi, yaitu masalah yang mungkin masih diperdebatkan dan tentunya perbedaan pendapat sukar dihindari.

Ada beberapa pandangan atau pendapat mengenai asuransi ditinjau dari fiqh Islam. Yang paling mengemuka perbedaan tersebut terbagi tiga, yaitu:

I. Asuransi itu haram dalam segala macam bentuknya, temasuk asuransi jiwa
Pendapat ini dikemukakan oleh Sayyid Sabiq, Abdullah al-Qalqii (mufti Yordania), Yusuf Qardhawi dan Muhammad Bakhil al-Muth‘i (mufti Mesir”). Alasan-alasan yang mereka kemukakan ialah:
Asuransi sama dengan judi
Asuransi mengandung ungur-unsur tidak pasti.
Asuransi mengandung unsur riba/renten
Asurnsi mengandung unsur pemerasan, karena pemegang polis, apabila tidak bisa melanjutkan pembayaran preminya, akan hilang premi yang sudah dibayar atau di kurangi.
Premi-premi yang sudah dibayar akan diputar dalam praktek-praktek riba.
Asuransi termasuk jual beli atau tukar menukar mata uang tidak tunai.
Hidup dan mati manusia dijadikan objek bisnis, dan sama halnya dengan mendahului takdir Allah.

II. Asuransi konvensional diperbolehkan
Pendapat kedau ini dikemukakan oleh Abd. Wahab Khalaf, Mustafa Akhmad Zarqa (guru besar Hukum Islam pada fakultas Syari‘ah Universitas Syria), Muhammad Yusuf Musa (guru besar Hukum Isalm pada Universitas Cairo Mesir), dan Abd. Rakhman Isa (pengarang kitab al-Muamallha al-Haditsah wa Ahkamuha). Mereka beralasan:
Tidak ada nash (al-Qur‘an dan Sunnah) yang melarang asuransi.
Ada kesepakatan dan kerelaan kedua belah pihak.
Saling menguntungkan kedua belah pihak.
Asuransi dapat menanggulangi kepentingan umum, sebab premi-premi yang terkumpul dapat di investasikan untuk proyek-proyek yang produktif dan pembangunan.
Asuransi termasuk akad mudhrabah (bagi hasil)
Asuransi termasuk koperasi (Syirkah Ta‘awuniyah).
Asuransi di analogikan (qiyaskan) dengan sistem pensiun seperti taspen.

III. Asuransi yang bersifat sosial di perbolehkan dan yang bersifat komersial diharamkan
Pendapat ketiga ini dianut antara lain oleh Muhammad Abdu Zahrah (guru besar Hukum Islam pada Universitas Cairo). Alasan kelompok ketiga ini sama dengan kelompok pertama dalam asuransi yang bersifat komersial (haram) dan sama pula dengan alasan kelompok kedua, dalam asuransi yang bersifat sosial (boleh).
Alasan golongan yang mengatakan asuransi syubhat adalah karena tidak ada dalil yang tegas haram atau tidak haramnya asuransi itu.
Dari uraian di atas dapat dipahami, bahwa masalah asuransi yang berkembang dalam masyarakat pada saat ini, masih ada yang mempertanyakan dan mengundang keragu-raguan, sehingga sukar untuk menentukan, yang mana yang paling dekat kepada ketentuan hukum yang benar.
Sekiranya ada jalan lain yang dapat ditempuh, tentu jalan itulah yang pantas dilalui. Jalan alternatif baru yang ditawarkan, adalah asuransi menurut ketentuan agama Islam.
Dalam keadaan begini, sebaiknya berpegang kepada sabda Nabi Muhammad SAW:
“Tinggalkan hal-hal yang meragukan kamu (berpeganglah) kepada hal-hal yagn tidak meragukan kamu.” (HR. Ahmad)

























ASURANSI SYARIAH
A. Prinsip-prinsip dasar asuransi syariah
Suatu asuransi diperbolehkan secara syar’i, jika tidak menyimpang dari prinsip-prinsip dan aturan-aturan syariat Islam. Untuk itu dalam muamalah tersebut harus memenuhi ketentuan-ketentuan sebagai berikut:
* Asuransi syariah harus dibangun atas dasar taawun (kerja sama ), tolong menolong, saling menjamin, tidak berorentasi bisnis atau keuntungan materi semata. Allah SWT berfirman,” Dan saling tolong menolonglah dalam kebaikan dan ketaqwaan dan jangan saling tolong menolong dalam dosa dan permusuhan.”
* Asuransi syariat tidak bersifat mu’awadhoh, tetapi tabarru’ atau mudhorobah.
* Sumbangan (tabarru’) sama dengan hibah (pemberian), oleh karena itu haram hukumnya ditarik kembali. Kalau terjadi peristiwa, maka diselesaikan menurut syariat.
* Setiap anggota yang menyetor uangnya menurut jumlah yang telah ditentukan, harus disertai dengan niat membantu demi menegakan prinsip ukhuwah. Kemudian dari uang yang terkumpul itu diambilah sejumlah uang guna membantu orang yang sangat memerlukan.
* Tidak dibenarkan seseorang menyetorkan sejumlah kecil uangnya dengan tujuan supaya ia mendapat imbalan yang berlipat bila terkena suatu musibah. Akan tetepi ia diberi uang jamaah sebagai ganti atas kerugian itu menurut izin yang diberikan oleh jamaah.
* Apabila uang itu akan dikembangkan, maka harus dijalankan menurut aturan syar’i.
B. Ciri-ciri asuransi syari’ah Asuransi syariah memiliki beberapa ciri, diantaranya adalah Sbb:
* Akad asuransi syari’ah adalah bersifat tabarru’, sumbangan yang diberikan tidak boleh ditarik kembali. Atau jika tidak tabarru’, maka andil yang dibayarkan akan berupa tabungan yang akan diterima jika terjadi peristiwa, atau akan diambil jika akad berhenti sesuai dengan kesepakatan, dengan tidak kurang dan tidak lebih. Atau jika lebih maka kelebihan itu adalah kentungan hasil mudhorobah bukan riba.
* Akad asuransi ini bukan akad mulzim (perjanjian yang wajib dilaksanakan) bagi kedua belah pihak. Karena pihak anggota ketika memberikan sumbangan tidak bertujuan untuk mendapat imbalan, dan kalau ada imbalan, sesungguhnya imbalan tersebut didapat melalui izin yang diberikan oleh jama’ah (seluruh peserta asuransi atau pengurus yang ditunjuk bersama).
* Dalam asuransi syari’ah tidak ada pihak yang lebih kuat karena semua keputusan dan aturan-aturan diambil menurut izin jama’ah seperti dalam asuransi takaful.
* Akad asuransi syari’ah bersih dari gharar dan riba.
* Asuransi syariah bernuansa kekeluargaan yang kental.
C. Manfaat asuransi syariah. Berikut ini beberapa manfaat yang dapat dipetik dalam menggunakan asuransi syariah, yaitu:
* Tumbuhnya rasa persaudaraan dan rasa sepenanggungan di antara anggota.
* Implementasi dari anjuran Rasulullah SAW agar umat Islam salimg tolong menolong.
* Jauh dari bentuk-bentuk muamalat yang dilarang syariat.
* Secara umum dapat memberikan perlindungan-perlindungan dari resiko kerugian yang diderita satu pihak.
* Juga meningkatkan efesiensi, karena tidak perlu secara khusus mengadakan pengamanan dan pengawasan untuk memberikan perlindungan yang memakan banyak tenaga, waktu, dan biaya.
* Pemerataan biaya, yaitu cukup hanya dengan mengeluarkan biaya yang jumlahnya tertentu, dan tidak perlu mengganti/ membayar sendiri kerugian yang timbul yang jumlahnya tidak tertentu dan tidak pasti.
* Sebagai tabungan, karena jumlah yang dibayar pada pihak asuransi akan dikembalikan saat terjadi peristiwa atau berhentinya akad.
* Menutup Loss of corning power seseorang atau badan usaha pada saat ia tidak dapat berfungsi(bekerja).
Perbandingan antara asuransi syariah dan asuransi konvensional.
A. Persamaan antara asuransi konvensional dan asuransi syari’ah. Jika diamati dengan seksama, ditemukan titik-titik kesamaan antara asuransi konvensional dengan asuransi syariah, diantaranya sbb:
* Akad kedua asuransi ini berdasarkan keridloan dari masing- masing pihak.
* Kedua-duanya memberikan jaminan keamanan bagi para anggota
* Kedua asuransi ini memiliki akad yang bersifad mustamir (terus)
* Kedua-duanya berjalan sesuai dengan kesepakatan masing-masing pihak.
B. Perbedaan antara asuransi konvensional dan asuransi syariah. Dibandingkan asuransi konvensional, asuransi syariah memiliki perbedaan mendasar dalam beberapa hal.
* Keberadaan Dewan Pengawas Syariah dalam perusahaan asuransi syariah merupakan suatu keharusan. Dewan ini berperan dalam mengawasi manajemen, produk serta kebijakan investasi supaya senantiasa sejalan dengan syariat Islam. Adapun dalam asuransi konvensional, maka hal itu tidak mendapat perhatian.
* Prinsip akad asuransi syariah adalah takafuli (tolong-menolong). Yaitu nasabah yang satu menolong nasabah yang lain yang tengah mengalami kesulitan. Sedangkan akad asuransi konvensional bersifat tadabuli (jual-beli antara nasabah dengan perusahaan). * Dana yang terkumpul dari nasabah perusahaan asuransi syariah (premi) diinvestasikan berdasarkan syariah dengan sistem bagi hasil (mudharobah). Sedangkan pada asuransi konvensional, investasi dana dilakukan pada sembarang sektor dengan sistem bunga.
* Premi yang terkumpul diperlakukan tetap sebagai dana milik nasabah. Perusahaan hanya sebagai pemegang amanah untuk mengelolanya. Sedangkan pada asuransi konvensional, premi menjadi milik perusahaan dan perusahaan-lah yang memiliki otoritas penuh untuk menetapkan kebijakan pengelolaan dana tersebut.
* Untuk kepentingan pembayaran klaim nasabah, dana diambil dari rekening tabarru (dana sosial) seluruh peserta yang sudah diikhlaskan untuk keperluan tolong-menolong bila ada peserta yang terkena musibah. Sedangkan dalam asuransi konvensional, dana pembayaran klaim diambil dari rekening milik perusahaan.
* Keuntungan investasi dibagi dua antara nasabah selaku pemilik dana dengan perusahaan selaku pengelola, dengan prinsip bagi hasil. Sedangkan dalam asuransi konvensional, keuntungan sepenuhnya menjadi milik perusahaan. Jika tak ada klaim, nasabah tak memperoleh apa-apa.
Dari perbandingan di atas, dapat diambil kesimpulan bahwa asuransi konvensional tidak memenuhi standar syar’i yang bisa dijadikan objek muamalah yang syah bagi kaum muslimin. Hal itu dikarenakan banyaknya penyimpangan-penyimpangan syariat yang ada dalam asuransi tersebut.
Oleh karena itu hendaklah kaum muslimin menjauhi dari bermuamalah yang menggunakan model-model asuransi yang menyimpang tersebut, serta menggantinya dengan asuransi yang senafas dengan prinsip-prinsip muamalah yang telah dijelaskan oleh syariat Islam seperti bentuk-bentuk asuransi syariah yang telah kami paparkan di muka.
Selanjutnya, Al-Lajnah Ad-Daimah Lil Buhut Al-Ilmiyah Wal Ifta [Komite Tetap Untuk Riset Ilmiyah dan Fatwa Saudi Arabia] mengeluarkan fatwa sebagai berikut :
“Asuransi ada dua macam. Majlis Hai’ah Kibaril Ulama telah mengkajinya sejak beberapa tahun yang lalu dan telah mengeluarkan keputusan. Tapi sebagian orang hanya melirik bagian yang dibolehkannya saja tanpa memperhatikan yang haramnya, atau menggunakan lisensi boleh untuk praktek yang haram sehingga masalahnya menjadi tidak jelas bagi sebagian orang.
Asuransi kerjasama (jaminan sosial) yang dibolehkan, seperti ; sekelompok orang membayarkan uang sejumlah tertentu untuk shadaqah atau membangun masjid atau membantu kaum fakir. Banyak orang yang mengambil istilah ini dan menjadikannya alasan untuk asuransi komersil. Ini kesalahan mereka dan pengelabuan terhadap manusia.
Contoh asuransi komersil : Seseorang mengasuransikan mobilnya atau barang lainnya yang merupakan barang import dengan biaya sekian dan sekian. Kadang tidak terjadi apa-apa sehingga uang yang telah dibayarkan itu diambil perusahaan asuransi begitu saja. Ini termasuk judi yang tercakup dalam firman Allah Ta’ala “Sesungguhnya (meminum) khamar, berjudi, (berkorban untuk) berhala, mengundi nasib dengan panah, adalah perbuatan keji termasuk perbuatan syaitan” [Al-Maidah : 90]
Kesimpulannya, bahwa asuransi kerjasama (jaminan bersama/jaminan social) adalah sejumlah uang tertentu yang dikumpulkan dan disumbangkan oleh sekelompok orang untuk kepentingan syar’i, seperti ; membantu kaum fakir, anak-anak yatim, pembangunan masjid dan kebaikan-kebaikan lainnya.
Berikut ini kami cantumkan untuk para pembaca naskah fatwa Al-Lajnah Ad-Daimah Lil Buhut Al-Ilmiyah wal Ifta (Komite Tetap Untuk Riset Ilmiyah dan Fatwa) tentang asuransi kerjasama (jaminan bersama).
Segala puji bagi Allah, Rabb semesta alam. Shalawat dan salam dan salam semoga dilimpahkan kepada Nabi kita Muhammad, para keluarga dan sahabatnya, amma ba’du.
Telah dikeluarkan keputusan dari Ha’iah Kibaril Ulama tentang haramnya asuransi komersil dengan semua jenisnya karena mengandung madharat dan bahaya yang besar serta merupakan tindak memakan harta orang lain dengan cara perolehan yang batil, yang mana hal tersebut telah diharamkan oleh syariat yang suci dan dilarang keras.
Lain dari itu, Hai’ah Kibaril Ulama juga telah mengeluarkan keputusan tentang bolehnya jaminan kerjasama (asuransi kerjasama) yaitu terdiri dari sumbangan-sumbangan donatur dengan maksud membantu orang-orang yang membutuhkan dan tidak kembali kepada anggota (para donatur tersebut), tidak modal pokok dan tidak pula labanya, karena yang diharapkan anggota adalah pahala Allah Subhanahu wa Ta’ala dengan membantu orang-orang yang membutuhkan bantuan, dan tidak mengharapkan timbal balik duniawi. Hal ini termasuk dalam cakupan firman Allah Subhanahu wa Ta’ala “Dan tolong menolonglah kamu dalam (mengerjakan) kebajikan dan taqwa, dan jangan tolong menolong dalam berbuat dosa dan pelanggaran” [Al-Ma’idah : 2]
Dan sabda nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam “Dan Allah akan menolong hamba selama hamba itu menolong saudaranya” [Hadits Riwayat Muslim, kitab Adz-Dzikr wad Du’at wat Taubah 2699]
Ini sudah cukup jelas dan tidak ada yang samar.
Tapi akhir-akhir ini sebagian perusahaan menyamarkan kepada orang-orang dan memutar balikkan hakekat, yang mana mereka menamakan asuransi komersil yang haram dengan sebutan jaminan sosial yang dinisbatkan kepada fatwa yang membolehkannya dari Ha’iah Kibaril Ulama. Hal ini untuk memperdayai orang lain dan memajukan perusahaan mereka. Padahal Ha’iah Kibaril Ulama sama sekali terlepas dari praktek tersebut, karena keputusannya jelas-jelas membedakan antara asuransi komersil dan asuransi sosial (bantuan). Pengubahan nama itu sendiri tidak merubah hakekatnya.
Keterangan ini dikeluarkan dalam rangka memberikan penjelasan bagi orang-orang dan membongkar penyamaran serta mengungkap kebohongan dan kepura-puraan. Shalawat dan salam semoga senantiasa dilimpahkan kepada Nabi kita Muhammad, kepada seluruh keluarga dan para sahabat.
[Bayan Min Al-Lajnah Ad-Daimah Lil Buhuts Al-Ilmiyah wal Ifta Haula At-Ta’min At-Tijari wat Ta’min At-Ta’awuni]”.
Kemudian, Syaikh Abdullah bin Abdurrahman Al-Jibrin berpendapat sebagai berikut :
“Asuransi konvensional tidak boleh hukumnya berdasarkan syari’at, dalilnya adalah firmanNya “Dan janganlah sebagian kamu memakan harta sebahagian yang lain diantara kamu dengan jalan bathil” [Al-Baqarah : 188]
Dalam hal ini, perusahaan tersebut telah memakan harta-harta para pengasuransi (polis) tanpa cara yang haq, sebab (biasanya) salah seorang dari mereka membayar sejumlah uang per bulan dengan total yang bisa jadi mencapai puluhan ribu padahal selama sepanjang tahun, dia tidak begitu memerlukan servis namun meskipun begitu, hartanya tersebut tidak dikembalikan kepadanya.
Sebaliknya pula, sebagian mereka bisa jadi membayar dengan sedikit uang, lalu terjadi kecelakaan terhadap dirinya sehingga membebani perusahaan secara berkali-kali lipat dari jumlah uang yang telah dibayarnya tersebut. Dengan begitu, dia telah membebankan harta perusahaan tanpa cara yang haq.
Hal lainnya, mayoritas mereka yang telah membayar asuransi (fee) kepada perusahaan suka bertindak ceroboh (tidak berhati-hati terhadap keselamatan diri), mengendarai kendaraan secara penuh resiko dan bisa saja mengalami kecelakaan namun mereka cepat-cepat mengatakan, “Sesungguhnya perusahaan itu kuat (finansialnya), dan barangkali bisa membayar ganti rugi atas kecelakaan yang terjadi”. Tentunya hal ini berbahaya terhadap (kehidupan) para penduduk karena akan semakin banyaknya kecelakaan dan angka kematian. [Al-Lu’lu’ul Makin Min Fatawa Ibn Jibrin, hal 190-191]”
Referensi: 1. Al-Quran AL-karim. 2. Al-fiqh al-Islamy wa adillatuhu, DR. Wahbah Azzuhaily. 3. Al-Islam wal manahij al-Islamiyah, Moh. Al Gozali. 4. Asuransi dalam hukum Islam, Dr. Husain Hamid Hisan. 5. Majalah al- buhuts al- Islamiyah, kumpulan ulama-ulama besar pada lembaga riset, Fatwa, dan dakwah. 6. Masail al-fiqhiyah, zakat, pajak, asuransi dan lembaga keuangan, M. Ali Hasan. 7. Halal dan haram, DR. Muhammad Yusuf al-Qordhowi. 8. Riba wa muamalat masrofiyah, DR. Umar bin Abdul Aziz al-Mutrik. 9. Riba wa adhroruhu ala al mujtama’, DR. Salim Segaf al-Djufri. 10. Masail diniyah keputusan musyawarah nasional Alim ulama NU, bandar lampung, 16-20 Rajab/ 25 januari 1992 M, 11.Kitab Al-Fatawa Asy-Syar’iyyah Fi Al-Masa’il Al-Ashriyyah Min Fatawa Ulama Al-Balad Al-Haram, edisi Indonesia Fatwa-Fatwa Terkini, Darul H.

29 Okt 2009 Tags: 0 komentar

Kenanglah Ibu Yang Menyayangi mu

Untuk ibu yang selalu meneteskan air mata ketika aku pergi .....

Ingatkah kawan, ketika ibumu rela tidur tanpa selimut demi melihatmu
tidur nyenyak dengan dua selimut membalut tubuhmu .. ingatkah kawan
ketika jemari ibu mengusap lembut kepalamu .. dan ingatkah kawan ketika
air mata menetes dari mata ibumu ketika ia melihatmu terbaring sakit ?

Kawan .. sesekali jenguklah ibumu yang selalu menantikan kepulanganmu di
rumah yang dulu kau dilahirkan, kawan .. kembalilah memohon maaf pada
ibumu yang selalu rindu akan senyumanmu. Simpanlah sejenak
kesibukan-kesibukan duniawi yang selalu membuatmu lupa untuk pulang,
segeralah jenguk ibumu yang berdiri memanti mu di depan pintu sampai
malampun kian larut.

Kawan.. jangan biarkan engkau kehilangan, saat-saat yang akan kau
rindukan di masa datang. ketika ibu telah tiada .. tak ada lagi yang
berdiri di depan pintu menyambut kita .. tak ada lagi senyuman indah
tanda bahagia. yang ada hanyalah kamar yang kosong tiada penghuninya,
yang ada hanyalah baju yang digantung di lemari kamarnya.

Tak ada lagi yang menyiapkan sarapan pagi untukmu makan, tak ada lagi
yang rela merawatmu sampai larut malam ketika engkau sakit... tak ada
lagi dan tak akan ada lagi yang meneteskan air mata mendo'akanmu
disetiap hembusan nafasnya.

Kawan.. kembalilah segera .. peluklah ibu yang selalu menyayangimu ..
ciumlah kaki ibu yang selalu merindukanmu dan berikanlah yang terbaik
diakhir hayatnya. Kawan berdo'alah untuk kesehatannya dan rasakanlah
pelukan cinta dan kasih sayangnya jangan biarkan engkau menyesal di masa
datang kembalilah pada ibu yang selalu menyayangimu .. kenanglah semua
cinta dan kasih sayangnya ...

>Ibu .. maafkan aku sampai kapanpun tak akan terbalas budi baikmu hanya
untaian do'a untukmu .. semoga Allah membalas budi baikmu.

Wahai Allah .. ampunilah ibuku dan kasihanilah ia sebagaimana ia
mengasihaniku sewaktu aku masih kecil ..

Ibu .. engkau selalu berada didalam hatiku .. tiap jengkal dan hembusan
nafasku semoga bahagia selalu menyertaimu.

Ibu .. aku sayang padamu ..
ibu .. maafkan aku ...

dari anakmu, yang selalu rindu akan pelukan dan cinta kasihmu ..



Kisah Seekor Ulat dengan nabi Daud A.S

Dalam sebuah kitab Imam Al-Ghazali menceritakan pada suatu ketika tatkala Nabi Daud A.S sedang duduk dalam suraunya sambil membaca kitab az-Zabur, dengan tiba-tiba dia terpandang seekor ulat merah pada debu.

Lalu Nabi Daud A.S. berkata pada dirinya, "Apa yang dikehendaki Allah dengan ulat ini?"
Selesai Nabi Daud berkata begitu, maka Allah pun mengizinkan ulat merah itu berkata-kata. Lalu ulat merah itu pun mula berkata-kata kepada Nabi Daud A.S. "Wahai Nabi Allah! Allah S.W.T telah mengilhamkan kepadaku untuk membaca 'Subhanallahu walhamdulillahi wala ilaha illallahu wallahu akbar' setiap hari sebanyak 1000 kali dan pada malamnya Allah mengilhamkan kepadaku supaya membaca 'Allahumma solli ala Muhammadin annabiyyil ummiyyi wa ala alihi wa sohbihi wa sallim' setiap malam sebanyak 1000 kali.

Setelah ulat merah itu berkata demikian, maka dia pun bertanya kepada Nabi Daud A.S. "Apakah yang dapat kamu katakan kepadaku agar aku dapat faedah darimu?"
Akhirnya Nabi Daud menyadari akan kesilapannya karena memandang remeh akan ulat tersebut, dan dia sangat takut kepada Allah S.W.T. maka Nabi Daud A.S. pun bertaubat dan berserah diri kepada Allah S.W.T.
Begitulah sikap para Nabi A.S. apabila mereka menyadari kesilapan yang telah dilakukan maka dengan segera mereka akan bertaubat dan berserah diri kepada Allah S.W.T.

Kisah-kisah pada zaman para nabi bukanlah untuk kita ingat sebagai bahan sejarah, tetapi hendaklah kita jadikan sebagai teladan supaya kita tidak memandang rendah kepada apa saja makhluk Allah yang berada di bumi yang sama-sama kita tumpangi ini.


Wallahualam bishawab,

Wassalamu'alaikum warahmatullaahi wabarakatuh.